Umat Muslim yang tidak menggunakan otak
Penistaan agama yang dimaksud sebenarnya tidak ada wujudnya. Sudah jelas video yang memberatkan Ahok itu disunting oleh Buni Yani, manusia yang bangga dengan ketiadaan rasa tanggung jawab di dalam dirinya dan sok menjadi korban.
Suntingan di video tersebut sangatlah jelas. Anda tidak perlu menjadi seorang pakar untuk melihatnya. Anda hanya perlu menggunakan otak. Jika anda punya, tentunya.
Umat Muslim yang gampang tersinggung
Apakah Ahok benar-benar melakukan penistaaan atau tidak, itu tidak penting. Jika penistaannya memang ada, terus kenapa?
Apakah kita sangat lemah terhadap kritikan terhadap agama kita? Apakah kita benar-benar berpikir bahwa semua orang harus menyukai Islam?
Jika Islam memang agama yang kuat dan paling benar, apa perlu kita bela dengan begitu agresif sehingga menimbulkan kesan yang sebaliknya?
Saya yakin bahwa orang-orang yang tersinggung dengan dugaan penistaan Ahok sering menyinggung perasaan umat beragama yang lain. Tetapi, hanya mereka yang boleh marah.
Menamakan unjuk rasa 212 sebagai “aksi damai”
Unjuk rasa dilakukan karena kebencian sebagian orang-orang terhadap seseorang yang dianggap meyinggung perasaaan mereka.
Para pengunjuk rasa tertangkap basah mengusik beberapa wartawan yang meliput mereka.
FPI, yang terkenal dengan konflik umat beragama ciptaan mereka dan penyebaran ajaran-ajaran ekstrem, terlibat dalam unjuk rasa ini.
Mereka melakukan Shalat Jumat di jalan raya, mengganggu kenyamanan pengguna jalan yang lain, walaupun itu bisa mereka lakukan di berbagai mesjid.
Mereka juga berjanji tidak akan berhenti berunjuk rasa sampai Ahok ditahan karena melakukan sesuatu yang dia tidak pernah lakukan.
Unjuk rasa yang mengikis kesatuan bangsa, itu yang pantas dianggap “damai”?
Pasukan nasi bungkus
Ini bukanlah suatu rahasia di Indonesia. Banyak dari kita bersedia berunjuk rasa hanya demi sebungkus nasi dan uang jajan. Apakah mereka paham dengan masalah yang diunjukrasakan, itu tidak penting. Yang penting adalah mereka dapat imbalan.
Itu tentu saja menggiurkan bagi banyak warga negara Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tetapi, saya juga tahu bahwa banyak dari kita yang bersedia menjual diri demi imbalan sekecil apapun.
Liputan berita yang mementingkan keuntungan
Saya senang bahwa dua unjuk rasa balasan telah dilakukan. Apakah mereka berbobot atau tidak, itu tidak masalah. Mungkin mereka ditunggangi oleh partai-partai politik. Tetapi, yang penting pesan mereka berpaku pada indahnya Bhinneka Tunggal Ika, apalagi kita hidup di zaman yang semakin berbau SARA.
Tetapi saya kecewa dengan liputan media, baik dari dalam dan luar negeri, yang terlalu terpaku pada unjuk rasa menentang Ahok dan jarang pada unjuk rasa balasan. Berita buruk mempertebal kantong, berita baik tidak.
Liputan yang cenderung terpaku pada manusia-manusia penuh kebencian seolah menggambarkan bahwa mereka mewakili kita semua, seolah-olah hanya sudut pandang merekalah yang pantas didengar. Pada akhirnya, mereka diberi kekuatan lebih daripada manusia-manusia yang cinta damai dan keragaman.
Karena pengaruh mereka yang besar, media seharusnya bertanggung jawab terhadap masyarakat. Tetapi, bagi mereka, kantong tebal jauh lebih penting.
Undang-undang penistaan agama
Saya adalah salah satu dari banyak orang yang menentang UU tersebut.
Walaupun saya benci dengan apa yang dikatakan banyak orang tentang agama saya, saya juga percaya dengan kebebasan individu. Saya tidak bisa memaksakan semua orang untuk menyukai agama saya. Saya juga harus belajar untuk tidak gampang tersinggung.
Sering kali, suatu pernyataan dianggap sebagai penistaan agama…hanya karena bertentangan dengan sudut pandang khayalak. Tokoh-tokoh seperti Quraish Shihab dan Ulil Abshar Abdallah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dapat dianggap sebagai penistaan.
Mereka tidak pernah berniat melakukan itu. Yang mereka lakukan adalah mengkaji kitab suci Al-Quran dan membuat penafsiran mereka sendiri. Permasalahan muncul karena penafsiran mereka ditentang banyak orang.
UU ini sangatlah berbahaya karena orang-orang dapat dihukum hanya karena pola pikir yang berbeda.
Menamakan unjuk rasa sebagai “aksi bela Islam”
Mau mengharumkan nama umat? Buktikan bahwa kita pantas dihormati.
Tunjukkan bahwa kita adalah umat beradab yang cinta damai.
Tunjukkan bahwa kita adalah umat yang cerdas dan mau melakukan silang pendapat dengan terhormat.
Tunjukkan bahwa kita memerlakukan siapapun dengan cara manusia, apapun latar belakang mereka.
Tetapi, bukan itulah yang dilakukan. Sebagian dari kita terangsang untuk melakukan yang sebaliknya: memancing perpecahan, menolak silang pendapat dan bahkan menganjurkan kekerasan terhadap sesama manusia…
…dan itu semua dilakukan atas nama Islam dan Umat Muslim.
Jika itu adalah cara anda hidup, janganlah anda memanggil diri anda pembela Islam. Justru, anda terkesan berusaha keras untuk menjelek-jelekkan nama agama dan umat kita.
Andalah yang pantas dituntut atas penistaan agama, bukan Ahok.